SIAPA YANG BOLEH MEMANDIKAN MAYIT?

SIAPA YANG BOLEH MEMANDIKAN MAYIT?

UNTUK JENAZAH LAKI LAKI

Saudara laki-laki

Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan)

Paman (saudara ayah)

Anak laki-laki dari paman (sepupu)

Laki-laki yang masih punya hubungan keluarga dekat

Laki-laki yang tidak punya hubungan keluarga dekat

Istri

Wanita yang masih punya hubungan mahram

 

Untuk jenazah perempuan didahulukan:

Wanita yang masih punya hubungan kerabat

Wanita yang tidak punya hubungan kerabat

Suami

Laki-laki yang masih punya hubungan mahram

Catatan: Laki-laki lain tidak boleh memandikan jenazah perempuan.

 

Aturan siapa yang memandikan

 

Disyaratkan untuk yang memandikan adalah muslim jika jenazah itu muslim.

Jika jenazah itu kafir, maka kerabat yang kafir yang lebih berhak untuk memandikan, kemudian baru kerabat muslim.

Si pembunuh jenazah tidak boleh memandikan jenazah. Ia tidak boleh memandikannya karena ia tidak berhak mendapatkan jatah waris.

Jika tidak didapati untuk yang memandikan jenazah laki-laki selain perempuan bukan mahram, atau tidak didapati yang memandikan jenazah perempuan selain laki-laki yang bukan mahram, maka memandikan jenazah menjadi gugur. Cukup dengan tayamum untuk menggantikan mandi. Hal ini diqiyaskan seperti orang yang mandi yang tidak mendapati air.

Jika ketika memandikan jenazah laki-laki muslim tidak didapati kecuali laki-laki kafir atau wanita bukan mahram, maka yang lebih layak mandikan adalah laki-laki kafir, lalu yang menyalatkannya adalah wanita muslimah tadi.

Jika yang meninggal dunia itu orang kafir, maka boleh untuk kerabatnya yang muslim memandikan, mengafani, dan menguburkan jenazahnya.

Anak kecil yang tidak mungkin ada syahwat padanya, maka boleh dimandikan oleh laki-laki atau pun perempuan karena ia boleh dipandang dan disentuh, terserah yang meninggal dunia adalah anak kecil laki-laki ataukah perempuan.

Jika wanita kafir dzimmi dan ia memiliki suami muslim, maka suaminya boleh memandikan jenazahnya jika memang tidak ada wanita lain, karena nikah itu sama dengan nasab dalam hal memandikan.

Jika seorang suami mentalak istrinya dengan talak bain, atau talak raj’iy, atau nikahnya faskh (batal), kemudian salah seorang dari mereka berdua meninggal dunia dalam masa ‘iddah, maka tidak boleh yang lain memandikannya, karena dalam hal mahram seperti wanita bukan mahram.

 

Aturan dalam memandikan jenazah

 

Hendaklah yang memandikan jenazah itu amanat dan menutup aib yang dimandikan, dan ia tampakkan hanya bagus-bagus saja. Namun jika yang meninggal itu seorang yang fasik (ahli maksiat), maka sah seperti itu (membuka aib).

Yang menghadiri proses memandikan hanyalah yang memandikan atau orang yang mesti membantu.

Bagi wali dari jenazah boleh masuk dalam proses pemandian, walaupun ia tidak memandikan atau membantu memandikan. Tujuannya untuk menyemangati dalam maslahat.

 

Comments

Popular Posts